Dunia saat ini tengah menghadapi gelombang pasang sistem globalisasi, proses integrasi internasional merubah total pandangan dunia, lajunya proses inovasi yang didominasi oleh perangkat digital tak terelakkan, seiring dengan itu terjadi pergeseran industri yang terkoneksi secara digital di berbagai negara bahkan di Indonesia, proses pergeseran industri ini dikenal dengan istilah Revolusi Industri.
Revolusi industri 4.0 dimuqaddimahi pemanfaatan internet of things pada tahun 90-an oleh jerman, dalam prosesnya revolusi industri generasi keempat ini diwarnai oleh lima teknologi kunci yaitu advance robotic, internet of things, artificial intelegence, technology wearables dan 3D printing. Secara garis besar sistem ini merupakan sinergi antara dunia nyata dan dunia maya (merging of real and virtual world). Perubahan tersebut merupakan konsekuensi peradaban yang dinamis, pada gilirannya berdampak terhadap ekonomi, sosial budaya dan politik.
Dalam rangka beradaptasi dengan kondisi itu maka diperlukan tanggapan tepat, gelombang revolusi industri selain diyakini membawa harapan baru bagi perekonomian, karena melalui konektivitas, otomatiasasi dan digitalisasi mampu meningkatkan efisiensi rantai manufaktur serta kualitas produk. Namun demikian, di sisi lain juga merupakan ancaman dan disruptive technology yang akan membuat perubahan besar pada wajah perindustrian, secara bertahap lajunya inovasi artificial intelligence yang dapat belajar menyerupai manusia (learning machine) akan menyaingi fungsi-fungsi tenaga kerja manusia, pada saatnya ratusan juta tenaga kerja tergantikan dengan mesin dan robot, selain itu juga akan mematikan bisnis tradisional.
Merespon hal tersebut pemerintah Indonesia melalui Kemenprin merancang sebuah roadmap dalam menyongsong sistem industri 4.0 yang disebut dengan “Making Indonesia 4.0”. Berdasarkan peta jalan, langkah strategis yang dipersiapkan bersifat aplikatif dan antisipatif, serta memiliki design thinking untuk menjamin keberlangsungan industri manufaktur yang berdaya saing global, yaitu berkomitmen mendorong industri manaufaktur bergerak menuju industri 4.0 yang ditandai pemanfaatan internet of things dan digitalisasi. Implementasi Industri 4.0 tersebut bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan
Dalam mengawali langkah peta jalan making Indonesia 4.0 pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan kompetensi sumber daya manusia melalui program sinkronisasi Link And Match Perguruan Tinggi dengan dunia industri, sebagaimana disampaikan SEKDA Prov Kalteng, Fahrizal Fitri, S.Hut., MP dalam sambutannya pada Seminar Nasional Peran Perguruan Tinggi Menghadapi Revolusi Industri 4.0 di IAIN Palangka Raya 20 Agustus 2018. Perguruan Tinggi di Indonesia harus menghayati dan menyiapkan respon tepat dalam hal kulitas lulusan, parameter penilaian dan lulusan harus berdasarkan outcome-based approach agar lulusan tidak mengalami miss-match dengan dunia industri.
Harapan besar Indonesia mewujudkan Making Indonesia 4.0 bukan sekedar tantangan untuk menghadirkan sebuah solusi. Untuk memastikan bahwa gagasan dan rancangan inovasi itu dapat terlaksana dan sukses terimplementasi, Indonesia membutuhkan lompatan proses yang jauh, mengingat 85% aset produksi saat ini belum terkoneksi (sumber Kemenprin), pemanfaatan internet of things dalam rantai industri belum terimplementasi secara masal, dengan kata lain, 85% perindustrian di Indonesia saat ini masih bergerak di 2.0, lain halnya seandainya data menunjukkan arah sebaliknya, yaitu 85% sudah bergerak di 3.0, tentu akan lebih mudah untuk menyundul ke 4.0.
Demi menciptakan sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tecermin dalam revolusi industri keempat harus dibarengi dengan revolusi pemikiran. Terkait dengan ini, pada kesempatan yang sama Dr. Hj. Marissa Haque Fawzie, M.Hum., MBA., MH., M.Si mewasiatkan nasehat akademik untuk para akademisi milenial agar menanamkan elemen GRIT (kegigihan/ keuletan) sebagai pilar kunci sukses menyongsong persaingan global di era Industri 4.0. Kekhawatiran tidak mampu mengimbangi lajunya inovasi teknologi tidak perlu dengan lompatan ataupun sprint, “menghadapi tantangan jauh ke depan kita hanya perlu marathon, untuk memenangkan marathon kita butuh perencanaan yang matang, usaha yang kuat dan kegigihan serta istiqomah menghadapi ketidaknyamanan”. Ditengah beragam problem dan tantangan elemen GRIT diperlukan bangsa ini untuk dapat terus bergerak maju melakukan continual improvement, mempelajari hal-hal baru demi mempersiapkan SDM yang upgradable dengan kompetensi dan keterampilan yang baik. .
Tantangan ke depan bagi Perguruan Tinggi di era revolusi industri 4.0 adalah bagaimana mengemas konsep pendidikan agar sinkron dengan perkembangan zaman dan teknologi tanpa mengesampingkan penanaman nilai-nilai karakter, sikap mental sosial serta sikap keagamaan yang terpuji, semua itu dibingkai melalui penataan budaya akademik, strategi operasional dan rancangan tindakan (action design), dalam hal ini semua stakeholder diajak memahami proses transisi dari cara konvensional ke cara yang lebih up-to-date.
* In My Humble Opinion (IMHO)